Analisa Pilpres 2019 : Paslon 01 Semakin Unggul
Oleh :
Anthony Tonggo
JIKA pada Bagian 1/Awal (Oktober 2018) lalu saya menyimpulkan bahwa Capres 01
(Jokowi – Amin) lebih unggul jauh di atas Capres 02 (Prabowo – Sandhi), maka
pada Februari (tengah) 2019 ini ternyata Capres 01 tetap unggul. Masa 3 bulan
terakhir ini tetap sulit dimanfaatkan Prabowo – Sandhi untuk melejitkan
elektabilitas mereka.
Secara kuantitatif, 11 lembaga survey melaporkan hasil survey mereka yang
terakhir (Desember 2018 – Januari 2019) semua memenangkan Jokowi-Amin dengan
perolehan suara di atas 50 persen. Sementara Prabowo-Sandhi rata-rata di bawah
35 persen. Sedangkan yang belum menentukan pilihan rata-rata sekitar 13 persen.
Lembaga-lembaga itu adalah LSI, Indomatrik, Charta Politika, SMRC, Indikator
Politi, Y-Publika, Populi Center, CLC, Alvara, Median, dan IndEx. (http://medan//tribunnews.com,
17/02/2019).
Artinya, bila semua massa mengambang yang belum punya pilihan saat ini memilih
Prabowo – Sandhi sekalipun, tetap saja tidak cukup untuk mengalahkan Jokowi –
Amin.
Di mana letak keunggulan Jokowi-Amin dan di mana letak kelemahan Prabowo –
Sandhi?
Membandingkan Jokowi dan Prabowo
Seperti di Bagian-1 yang lalu, bahwa sebenarnya Jokowi bukan sosok yang
sempurna untuk sebuah tujuan bangsa ini dan permasalahan yang dihadapi bangsa
ini. Yang menjadi unggulnya Jokowi adalah betapa sulitnya mencari sosok capres
yang lebih dari dia. Memang Jokowi bukan pemimpin hebat, tapi persoalan
mendasarnya adalah: Adakah yang lebih bagus dari Jokowi? Ini yang sulit bagi
kita (khususnya yang memilih di sudut netral) untuk menjawabnya.
Salah satu bukti nyata realita ini adalah : 1). Kubu Prabowo – Sandhi lebih
mudah menunjuk kelemahan Jokowi ketimbang menunjuk kelebihan Prabowo.
Sebaliknya, kubu Jokowi lebih mudah menyebut kelebihan Jokowi dan kekurangan
Prabowo.
2). Saking sulitnya untuk menggugurkan kelebihan Jokowi, sampai-sampai kubu
Prabowo harus bermain lewat berbagai informasi hoax, misalnya yang paling telak
adalah kasus oplas Ratna Sarumpaet yang disebarkan sebagai penganiayaan, isu
SARA, dll.
Beberapa kali kubu Prabowo menyerang kelemahan ke arah Jokowi, namun sayangnya
metodologi serangannya belum mumpuni, sehingga belum bisa mempengaruhi opini
publik. Berbeda dengan kubu Jokowi yang nenyerang Prabowo cenderung disertai
dengan metodologi yang mampu meyakinkan publik, sehingga publik langsung mudah
percayainya.
Sementara di kubu Jokowi, hoax, hujatan, dan serangan ke pribadi Jokowi justru
menambah keuntungan di pihak Jokowi, karena masyarakat berpihak kepada orang
yang dianggap sebagai korban.
Bahkan yang lebih menguntungkan Jokowi adalah ketika dirinya diam dan memaafkan
bagi yang menyerang dirinya. Contoh paling baru adalah kasus CEO Bukalapak,
Ahmad Zaky, yang menyerang Jokowi dan dibalas para pendukung Jokowi dengan
menyerukan #uninstalbukalapak, lantas Jokowi lagi yang tampil sebagai pahlawan
untuk memaafkan Zaky serta menyerukan agar masyarakat segera menghentikan
boikot #uninstalBukalapak. Ini pun membuat Jokowi tambah melejit.
Jadi, modal dasarnya Jokowi sudah unggul secara kinerja dan kepribadiannya yang
sederhana, namun Jokowi diunggulkan lagi oleh ulah serangan para pendukung
Prabowo ke arah Jokowi, Jokowi yang bijaksana tidak mau membalas, dan Jokowi
memaafkan serta membantu kelancaran usaha Bukalapak.
Akhirnya dari semua dinamika itu menghasilkan imej positip untuk Jokowi, yaitu
prestasi, sederhana, dan bijaksana. Sementara di pihak Prabowo tetap diimejkan
tidak punya prestasi, elitis, temperamental, jenderal pecatan, keluarga
berantakan, didukung kaum radikalis, tukang hoax, tukang fitnah, dll.
Jadi, sampai hari ini, kubu Prabowo belum berhasil meyakinkan publik soal
prestasi Prabowo dan sikap-mental serta track-reccord Prabowo. Di atas kertas,
jika hari ini digelar pilpres, maka Jokowi-Amin keluar sebagai pemenang yang
telak.
Hari-H dan Sesudahnya
MENURUT saya, sisa waktu dua bulan ini tidak akan ada perubahan signifikan di
kedua kubu. Dari kubu Jokowi-Amin pasti tetap seperti biasa yang menampilkan
prestasi Jokowi dan sikap bijaksana, tenang. Di pihak Prabowo-Sandhi akan
semakin gencar untuk menyerang Jokowi dengan mencari kelemahan yang di
sana-sini tetap dengan nuansa hoax dan pribadi. Ini akan semakin menguntungkan
Jokowi-Amin karena massa mengambang akan mulai cair ke arah Jokowi. Jadi, kubu
Prabowo tetap akan melakukan manufer-manufer yang bunuh diri.
Dalam limit waktu yang sempit itu, sudah tidak ada yang bisa dilakukan kubu
Prabowo, terutama prestasi dan meredamkan keterbongkaran kekurangan
Prabowo-Sandhi.
Yang masih bisa dilakukan kubu Prabowo adalah: 1. Hentikan menyerang pribadi
Jokowi untuk menarik kembali pendujung Jikowi yang ibah Jokowi sebagai korban,
2. Perbaiki metodologi untuk menyerang Jokowi sehingga mudah untuk masuk ke
akal publik.
Misalnya, kalau mengritik Jokowi hoax soal janji tidak naikkan BBM, TDL, dll.,
maka tidak cukup dengan menampilkan bukti janji di kampanye 2014, tapi
tampilkan bukti kesalahan secara konstitusinya dan bukti korelasi atas realita
keburukan ekonomi kita. Jika tampilan metodologinya tidak sampai semendalam
itu, maka isu kenaikkan TDL dan BBM sebagai hoax sulit untuk menggoyahkan
keyakinan publik, karena publik sudah menikmatinya sebagai akibat dari
kebijakan itu.
Kalau mau salahkan masuknya tenaga kerja asing/TKA, salahnya di mana? Adakah
konstitusi yang dilanggar? Bagaimana dengan kesepakatan komunitas dunia?
Bagaimana dengan TKI/TKW kita di luar negeri yang tidak ditolak oleh negara
lain? Ini harus diperjelaskan dulu. Selama tidak dijelaskan, maka isu TKA itu
tidak bisa menggoyahkan keyakinan publik.
Dilihat dari materi dan metode kampanye kubu Prabowo-Sandhi, sebebarnya sudah
mengibdikasikan putus-asa, musalnya hoax dan menyerang pribadi. Jika metode
serangan ke Jokowi tetap tidak bisa dupervaiki lagi, maka sisa waktu dua bulan
ini akan merambat serangan ke pribadi-pribadi pendukung Jokowi, misalhya dengan
caci-maki, bahkan mungkin ke fisik. Namun serangan putus-asa ini tidak akan
nengubah keadaan elektabilitas Prabowo maupun Jokowi.
Lebih dari itu, negara (TNI dan Polri) konsentrasikan serius untuk
mengantisipasi kejahatan pemilu di hari-H dan pasca-pencoblosan. Hal ini karena
di pemilu kali ini sudah ada kaum radikalis dan khilafah yang ikut bermain,
sehingga mereka inilah yang akan memanfaatkan momen ini untuk rusuh. Modusnya
adalah menolak hasil pilpres 2019 dan mendesak ke arah kerusuhan serta kudeta,
sehingga Prabowo-Sandhi cuma dipakai sebagai tameng yang legal.
Entah menang maupun kalah, demi keselamatan bangsa dan negara ini, semua
capres-cawapres harus segera memisahkan diri dari radikalis. Ikuti sikap Yusril
Ihza Mahendra dan PBB yang langsung mengusir FPI dan Rizieq dari PBB, ketika
radikalis ingin menyetir Yusril dan PBB.
Selamat berpemilu damai dan jujur…! (*)
Penulis : Anthony Tonggo, Alumnus FISIPOL UGM, tinggal di Yogyakarta.